Posts

Showing posts from October, 2016

Menyatu dalam Semangkok Keureuling

Image
Rawohnanggroe | Berawal dari sebuah pembicaraan santai siang itu, Jum’at 10 April 2015. Di dapur yang penuh kesan sederhana ditemani segelas ie mameh (air manis) dari gula yang dilarutkan. Sambil duduk bersimpuh di atas tikar pandan, sesekali ku curi pandang pada raut muka tulus dari pemilik rumah. Asam Pedas Ikan Keureuling | Sumber: Hello-Pet Kali ini saya bertandang ke rumah bang Din, seorang pemuda Gampong Alue Punti, Pasie Raya, Aceh Jaya. Postur tubuhnya tinggi langsing, berkulit hitam dan berhidung sedikit mancung. Perawakan asli Aceh-nya terlihat sempurna dengan keperibadian dan tutur kata yang sopan. Saat itu saya memang sedang di Pasie Raya, berkunjung ke rumah abang. Karena tidak ada kegiatan selama empat hari di Banda Aceh, saya memilih berlibur dan membuang kejenuhan ditempatnya. Seperti kebanyakan pemuda gampong lainnya, bang Din sangat ramah setiap kali saya berkunjungi pucok Teunom ini. Tradisi pemulia jamee di gampong patut diacungkan jempol.  Siapa pun yang

Gunong Trans, Kehijauan Sejauh Mata Memandang

Image
Rawohnanggroe | Bepergian melintasi pantai barat-selatan Aceh memang mengasyikkan. Perjalanan panjang Anda akan senantiasa disuguhi beragam bentuk muka bumi yang menarik. Tak hanya pemukiman, pantai dan rawa saja, hutan yang masih perawan pun siap memberi sensasi. Menjelang Malam di Gunong Trans | Foto: Khairil Umumnya sejauh perjalanan ditempuh, yang terlihat adalah hijaunya tumbuhan yang menutupi daratan. S esekali akan ada keramaian dan aktifitas masyarakat, seperti di pusat-pusat kecamatan dan kabupaten. Menyusuri lintas barat-selatan Aceh, waktu yang dibutuhkan bisa belasan jam lamanya. Hal ini karena kualitas jalan dan panjangnya jalur yang harus ditempuh. Dimulai dari Lhoknga di Aceh Besar hingga jauh ke Sultan Daulat di Subulussalam. Perjalanan Anda akan lebih menantang kalau menggunakan sepeda motor. Untuk menghilangkan rasa jenuh, jangan takut singgah dan beristirahat. Bawalah bekal minum, roti, cemilan atau makanan lainnya. Carilah tempat yang teduh, nyaman dan te

Menjejaki Keindahan Hutan Geurutee

Image
Rawohnanggroe | Be rada tak jauh dari perbatasan Aceh Besar-Aceh Jaya, Geurutee atau sering disebut Peunioh Puncak Geurutee memiliki pesona yang mampu membius para pengunjung. Ada banyak suguhan pemandangan menawan, mulai dari kebiruan laut, pantai berpasir putih, hingga rimbun pohon-pohon yang menaunginya. Lembah Daya | Foto: Khairil Geurutee masuk ke dalam kawasan hutan lindung Ulu Masen, dengan keanekaragaman flora dan fauna yang masih terjaga. Bagi pengunjung yang berasal dari wilayah barat selatan Aceh mungkin telah biasa dengan pemandangan Geurutee , namun belum tentu bagi mereka yang berasal dari luar wilayah tersebut. Pemandangan ini menjadi sangat waah dan menarik.   Ketika hampir memasuki kawasan Hutan Geurutee, mata langsung disuguhkan dengan hijaunya gunung yang menjulang tinggi. Tidak hanya itu, di sisinya terpampang Samudra Hindia yang luas dengan butiran pasir putih berkilauan terkena cahaya matahari. Saat menaiki tanjakan Gerurutee, yang terbayang seakan buk

Melaju di Hamparan Celala

Image
Rawohnanggroe | Masih di tanah Nagan. Matahari hampir menyentuh batas Puncak Singgah Mata. Hari sudah semakin sore, sedangkan di depan sana masih ada setengah perjalanan lagi. Setelah beberapa waktu lalu sempat menghirup segarnya udara Beutong, perjalanan berlanjut kembali menaiki pegunungan terjal. Hamparan sereh wangi Celala | Foto: Khairil “ Sekali kaki dilangkahkan, pantang surut kemudi ,” kalimat itu seakan menjadi mantra bagi kami. Hampir serupa dengan kejadian saat menaiki Puncak Singgah Mata. Motor tak kuat membawa beban hingga akhirnya kami kembali bergantian berjalan kaki di bawah tajuk-tajuk pohon yang makin remang. Hingga suatu ketika, semua telah usai. Tubuh hampa daya untuk menaiki jengkal demi jengkal Pengunungan Bukit Barisan ini. Napas mulai tak beraturan dan kaki pun terasa keram,. Kami memutuskan untuk berhenti sejenak di pinggiran jalan sambil berharap malaikat penolong tiba menghampiri. Tak ada opsi lain selain meminta tolong kepada orang lewat di jalan yang

Terkenang Beutong Ateuh Banggalang

Image
Rawohnanggroe | Deru angin masih sendu mengaliri lembah basah setelah diterpa hujan. Ia tetap saja menitip dingin di jemari sedari tadi. Setelah mencapai puncak yang tegak di atas cabang awan, kami terus menyusuri turunan Singgah Mata. Sesekali sagop (kabut) masih menghalang pandangan. Lembah Beutong Ateuh | Foto: TimRN Sudah 30 menit turunan terlalui. Liku-liku tikungan tak lagi membawa resah bagi kami. Dalam laju roda yang terus berputar, dibalik perdu-perdu diketinggian sekitar 1000 Mdpl mulai terlihat sederetan perumahan di atas pegunungan. Asap-asap juga timbul dari pemukiman di bawah sana. Sejurus kemudian, rumah-rumah penduduk yang berbaris mengikuti jalan dan sungai makin jelas terlihat. Awalnya kami tidak tahu sama sekali nama daerah ini. Pikirku perjalanan telah sampai ke negeri di atas awan, tapi ternyata bukan. Kawasan ini hanya dataran tinggi mini Beutong atau lebih tepatnya Beutong Ateuh Banggalang. Akhirnya sampailah kami di tanah entah berantah. Daerah ini cuku

Pesona Garis Pantai Ujong Manggeng

Image
Rawohnanggroe | Memiliki pantai yang luas dengan pasir ke abu-abuan, ditambah rerimbunan pohon cemara yang berjejer rapi memenuhi sepanjang garis pantainya. Itulah sedikit gambaran mengenai pantai yang terletak di Desa Sejahtera, Manggeng, Kabupaten Aceh Barat Daya. Kuala, tidak jauh dari Ujong Manggeng | Foto: Khairil Terbentang dari muara Krueng Manggeng hingga Kuala Lhok Pawoh, menjadikannya sebagai pantai yang sangat panjang. Pantai ini sering dikunjungi wisatawan lokal pada saat tertentu, seperti hari minggu, lebaran, rabu abeh atau pada hari biasa untuk sekedar menikmati matahari tenggelam ( sunset ). Pantai Ujoeng Manggeng memang menawarkan garis pantai yang panjang nan luas. Pohon-pohon cemara rindang senantiasa memberi keteduhan. Kondisi inilah yang membuat pantai ini diminati oleh pengunjung. Mencapainya, perjalanan dari Kedai Manggeng yang merupakan pusat kecamatan lebih kurang lima kilometer ke arah barat. Lokasinya bisa ditempuh dengan roda dua atau roda emp

Venesia Mini dari Aceh

Image
Rawohnanggroe | Berkeliling Aceh ke lintasan pantai Barat-Selatan Aceh memang akan memberi pengalaman baru. Mengingat daerah ini terbentang sangat luas dengan berbagai kultur dan aktivitas masyarakat yang bisa ditemui. Perumahan Kuala Bubon | Foto: Khairil Kontur wilayah ini didominasi oleh dataran rendah yang luas, hutan, rawa-rawa dan pantai siap disuguhkan pada pengunjung. T erdapat perbukitan dan pegunungan yang bisa dilalui , s eperti Geurutee, sekitar Calang, Trans Nagan, Tapaktuan, Gunong Kapoe dan Subulussalam. Kota-kota di pantai Barat-Selatan Aceh masih tergolong kecil. Penduduknya pun jarang, namun pasca tsunami melanda Aceh pada 2004 silam, banyak kota yang mulai menampakkan perkembangan pesat. Hal ini tak lepas dari makin bagus nya sarana transportasi, baik darat, laut maupun udara. Dari sekian banyak daerah, ada sebuah pemukiman yang memiliki keunikan tersendiri. Namanya Kuala Bubon, di Kecamatan Samatiga, Aceh Barat. Tidak seperti pemukiman lain di Aceh yang umum

Wisata Kota Tauhid Tasawuf

Image
Rawohnanggroe | Kota kecil penuh pesona. Ya, mungkin itulah kata yang tepat diucapkan untuk Labuhan Haji. Ada beragam keunikan yang bisa ditemui di sini. Mulai dari pesona alam, penduduknya dan religiusnya daerah ini. D i dekat t eluk Labuhan Haji | Foto: Khairil Terletak di Aceh Selatan, Labuhan Haji diapit oleh hijaunya perbukitan di sebelah utara dan luasnya lautan di selatan. Kota ini disebut sebagai “ Kota Pengkajian Tauhid Tasawuf ,” karena di sinilah sering dilakukan kegiatan pengkajian tasawuf. Pesantren adalah tempat dimana kajian itu dilakukan. Salah satu pesantren ternama yang sudah banyak melahirkan ulama-ulama besar Aceh bahkan mancanegara adalah Dayah Darussalam di Desa Blang Paroh, Labuhan Haji Barat. Di Darussalam Anda bisa berwisata religi dan memperdalam ilmu agama. Berbicara penduduk, Labuhan Haji didominasi oleh orang-orang keturunan Minangkabau atau sering disebut sebagai suku Aneuk Jamee oleh masyarakat Aceh. Namun penduduk suku Aceh pun banyak. Sebagian

Satu Pagi di Jangka Buya

Image
Rawohnanggroe | Pagi ini seperti biasanya. Langit tetap saja menguning di ufuk timur dan udara dingin berhembus merasuki setiap lekuk muka bumi. Bedanya karena saat ini Aku sedang berada di daerah yang tidak pernah ku jejaki sama sekali. Tempat itu adalah Ulim, tepatnya di Gampong Siblah Coh, Pidie Jaya. Aku dan enam anggota lainnya menetap di sini selama 30 hari bersama wajah, kuliner dan tutur kata baru. Pasi Aron, Jangka Buya | Foto: Khairil Datang ke tempat ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) ini merupakan sebuah tugas yang diwajibkan kepada setiap mahasiswa. Di mana mereka akan ditempatkan ke satu daerah yang bisa jadi sangat berbeda bahasa, budaya dan kebiasaan penduduknya. Setelah lebih dari sepuluh hari berinteraksi dengan masyarakat, hari-hari selanjutnya kami tak lagi merasa canggung. Tidak seperti pada awal kedatangan ke sini, Aku sempat merasakan culture shock . Setelah beberapa hari terlewati

Sisa Kereta Api Aceh

Image
Rawohnanggroe | Aceh pernah berjaya dengan kereta api. Alat transportasi jenis ini pernah berlalu lalang di Tanoh Rencong . Pada masanya kereta api Aceh melayani jalur Ulee Lheue-Kutaradja, Kutaradja-Lambaro sampai ke Medan. Sisa lokomotif Aceh | Foto: Khairil Dulu kereta api adalah sarana tranportasi yang paling berkembang di dunia, dari itulah Belanda membangunnya. Belanda percaya bahwa kereta api sangat cocok dibangun di Aceh, mengingat daerah ini merupakan daerah kaya dengan berbagai komoditas yang diminati dunia pada saat itu. Selain untuk kepentingan ekonomi, kereta api yang dibangun Belanda juga sarat akan unsur politik dan militer. Karena melalui jalur kereta api inilah Belanda dengan leluasa dapat memasok perlengkapan senjata mereka untuk melawan perjuangan rakyat Aceh. Belanda sangat berambisi untuk menguasai seluruh Aceh. Mereka berpikir dengan adanya kereta api, akan dengan mudah dapat menguasai seluruh Aceh. Kutaradja yang direbut Belanda dari tangan para Sultan Ace

Bandar Manggeng yang Dilupakan

Image
Rawohnanggroe |  Manggeng tanah kelahiranku, tempat untuk pertama kali menghirup udara. Banyak hal yang telah lahir di sini, mulai dari dangderia, Tgk. Peukan, AA Manggeng sampai kesenian rapa’i geleng. Kami menjulukinya dengan ” The Home of Geleng ”. Kuala Krueng Manggeng | Foto: Khairil Berabad-abad lalu wilayah kenegerian kecil di Aceh ini sudah menjadi bagian dari kedaulatan  Tanoh Rencong .  Beberapa catatan sejarah pernah menyebut Manggeng berada di bawah naungan Sultan Aceh. Namun, t idak ada data pasti kapan persis daerah ini resmi masuk ke dalam Federasi Aceh Darussalam. John Anderson ( 1840)  dalam karyanya " Acheen " yang diterbitkan di London, menyebut Manggeng dengan nama  Manghin.  Catatan lain, yaitu peta  Muhammad Ghauts Saiful 'Alam Syah ( 1850) , seorang pembuat peta dan penjelajah Kesultanan Aceh pada pertengahan abad ke-19 Masehi.  Ia menyebutnya dengan  بندر مانكين ( Bandar Mankin)  yang dapat diidentifikasi dengan mudah sebagai Manggeng saa

Tertahan di Teduh Krueng Isep

Image
Rawohnanggroe | Teriknya matahari siang itu menimbulkan fatamorgana di jalan. Perjalanan kali ini hanya berdua, Saya dan Akmal. Kami mengendarai motor scooter matik . Akmal belum pernah membawa motornya sejauh ini, apalagi dengan tanjakan ekstrim yang menunggu di depan. Aliran Krueng Isep | TimRN Perjalanan ini hanya bermodalkan nekat. Kami memulai perjalanan sekitar pukul 08.00 pagi, bergegas menuju ke negeri di atas awan, Takengon. Tiga jam sudah berlalu melintasi jalur Manggeng-Jeuram-Ulee Jalan. Sejauh ini tak ada kendala berarti yang kami dapati, kecuali hanya pinggang yang seakan lepas dari tubuh. Sebelum sampai di Ulee Jalan, kami sempat singgah di Simpang Peut Jeuram untuk mengisi penuh bahan bakar. Lokasi SPBU ini padahal bukan jalur menuju Ulee Jalan, arah kami adalah terus ke utara menuju pengunungan. Asap mengepul dari mesin setelah kami mencoba mendinginkan motor dengan air yang tersedia di sana. Kami berdua tak ada yang tahu bahwa di jalur Jeuram-Ulee Jalan juga a

Nostalgia Kenikmatan 'Sinanyek'

Image
Rawohnanggroe | Pernah dengar nama s inanyek ? Mungkin mereka yang hidup di perkotaan tidak akan tahu dengan nama satu ini. Namun bagi kami anak-anak kampung, yang tinggal di pelosok negeri, nama itu begitu akrab di telinga. Sinanyek rebus | Foto: Khairil Menyebut namanya saja, seketika a da nostalgia masa kecil yang kembali hadir. Betapa tidak, d ulu saban hari saat mandi di sungai aktifitas yang tidak pernah lupa dilakukan adalah mencari siput mungil ini . Me raba-raba batu dan menyelam hingga ke dasar sungai untuk menemukan nya . Jika sudah terkumpul, kami langsung merebus dan menikmati rasanya yang lezat. Di kampungku, Manggeng, Aceh Barat Daya, hewan bercangkang yang hidup di air tawar ini sering disebut sinanyek. Ditempat lain mungkin saja namanya berbeda. Hewan sejenis siput sungai ini sering ditemukan menempel di kayu ( bateung ), bronjong atau bebatuan di dalam sungai. Warnanya hitam d an ber ukuran sebesar ibu jari orang dewasa. Selain enak, sinanyek memil