Keunikan Manggeng, dari Peunayong Sampai Monas (I)

Rawohnanggroe | Manggeng, sebuah kota kecil yang strategis di Lintas Blangpidie-Tapaktuan. Dikalangan penduduk sekitar kota ini sering disebut kota dagang mini, karena memang aktifitas utama adalah perdagangan, khususnya tekstil (fesyen) dan pertanian.
Gang Bombay, Pasar Lama | Foto: TimRN

Orang-orang Manggeng pun dikenal sebagai masyarakat yang suka merantau dan berdagang. Jika Indonesia punya orang Padang yang suka merantau dan Aceh punya orang Pidie yang suka merantau, maka Abdya punya orang Manggeng. Ini terbukti dari banyaknya orang Manggeng yang memilih mengadu nasib dan berdagang ke daerah lain, seperti di Blangpidie, Lama Inong, Babahrot bahkan sampai Meulaboh dan Sinabang.

Dalam segi pembangunan Manggeng memang kurang pesat. Wajar saja, karena kota kecil ini hanya ibukota kecamatan yang perkembangannya tentu kurang gemerlap jika dibandingakan dengan ibukota kabupaten, seperti Blangpidie, Tapaktuan dan Subulussalam. Padahal bila ditarik kebelakang, Manggeng sudah cukup tua dan punya sejarah panjang yang tidak kalah menarik dengan daerah-daerah sekitarnya.

Sekilas saja seperti, dulu Manggeng berbentuk kenegerian yang diperintah raja-raja. Salah satu rajanya, Teuku Raja Sandang pernah dibuang oleh Belanda ke Batavia. Daerah ini juga jadi basis perlawanan terhadap penjajah yang menguasai Blangpidie dan masih banyak lagi.

Begitupun tujuan wisata, kawasan Manggeng Raya (gabungan Manggeng dan Lembah Sabil) mempuyai tempat asik yang bisa dikunjungi, sebut saja seperti Pantai Ujong Manggeng, Pantai Kerikil Suak Beurumbang, Panorama Batee Lhee, Kawasan Rekreasi Krueng Baru dan lain-lain.

Selain yang sudah disebutkan, Manggeng masih memiliki hal-hal unik yang mungkin tidak terdapat di tempat lain. Berikut ulasannya:

Peunayong

Peunayong itu identik dengan satu kawasan perdagangan dan pecinan di Kota Banda Aceh. Namun siapa sangka, Manggeng juga punya Peunayong-nya sendiri. Bedanya Peunayong Manggeng hanya sebuah pemukinan yang dihuni oleh masyarakat Aceh-Aneuk Jamee, bukan kawasan perdagangan.

Lokasi Peunayong Manggeng tepat berada dipinggiran Krueng Manggeng, dulunya merupakan bagian dari Pasar Lama. Sayangnya aktifitas perdagangan di sini tidak berkembang dengan baik karena sejak dibuatnya Jalan Nasional, khususnya Jembatan Krueng Manggeng, para pembeli lebih memilih ke Pasar Lama. Kini ruko-ruko di Peunayong terlihat lusuh dan tua, hanya beberapa saja yang dihuni oleh warga untuk tempat tinggal.

Gang Bombay

Bombay satu ini bukan di India, tapi hanya sebuah gang sempit yang terdapat di Pasar Lama, Kedai Manggeng. Gang ini kadangkala juga disebut Gang Senggol karena orang-orang yang melewatinya, terutama saat lebaran dan meugang sudah pasti saling senggol.

Tentang penamaan Gang Bombay ada tiga versi yang berkembang. Pertama, karena dulunya tepat di depan gang ini (Jln. Tgk. Agam) banyak terparkir mobil labi-labi dengan trek "keliling bombay", yaitu istilah untuk jalur lintasan keliling Manggeng Raya.

Kedua, karena di sini kebanyakan yang dijual adalah kain atau tekstil, dan India terkenal sebagai penghasil kain berkualitas, mungkin dari sinilah muncul propaganda "Jika ingin kain berkualitas maka berbelanjalah di Gang Bombay". Ketiga, dulu sekitar tahun 1990-2000an ada beberapa toko kaset di sana. Tiap hari pemilik toko selalu memutar lagu-lagu Bollywood yang hits kala itu, sehingga suasana di sana menjadi seperti di India.
Potensi Manggeng Raya | Sumber: Youtube

Memiliki Dua Monas

Kalian pasti bertanya-tanya masak iya di Manggeng ada monas, apalagi dua! Tapi inilah faktanya, bahwa di Kota kecil ini terdapat dua Monas yang berdiri kokoh. Namun tidak seperti di Jakarta, Monas di Manggeng hanya replika atau tugu yang menghiasi sebuah persimpangan jalan yang kini sering disebut dengan Simpang Monas.

Tugu ini kabarnya mulai dibangun pada era 90-an yang digagas oleh pemuda-pemuda setempat. Pembangunannya diilhami oleh kemegahan Monas di Jakarta dan sejarah dibaliknya, dimana orang Aceh juga mempunyai andil besar dalam terwujudnya monumen kebanggaan Indonseia itu, yaitu dengan sumbangan 28 kilogram emas oleh salah satu pengusaha Aceh. Beliau bernama Teuku Markam.

Tapak Raksasa

Bukan hanya di Kota Tapaktuan, legenda tentang Tuan Tapa dan Putri Naga juga berkembang di Manggeng. Menurut cerita yang penulis dengar dari para tetua, karena dahsyatnya pertarungan Tuan Tapa dengan naga, perkelahian itu bahkan sampai ke Manggeng. Pijakan kaki Tuan Tapa saat melawan naga berbekas pada sebuah tanjung, yang kini di kenal dengan Ujong Lhok Pawoh. Baru-baru ini sebuah bangunan sudah dibuat di sana sebagai penanda keberadaan tapak tersebut.

Bagian II, klik disini!

Comments

Popular posts from this blog

Terkenang Beutong Ateuh Banggalang

Gunong Trans, Kehijauan Sejauh Mata Memandang

Mengintip Tiga Pantai Bakongan Timur

Keindahan Pantai Batee Puteh di Meukek